Kondisi geografis yang yang bergunung gunung, dengan tanah kars yang keras, pemandangan elok menawan dan masyarakat yang bersahaja ramah dan selalu terbuka itu adalah gambaran umum dari wilayah Gunung Kidul salah satu kabupaten yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kondisi ini sungguh terasa istimewa sehingga Kabupaten Gunung Kidul adalah daerah tujuan wisata utama di Yogyakarta. Tetapi dari gambaran indah ini terselip suatu mitos yang ada di beberapa derah di wilayah Kabupaten Gunung Kidul ini. Pulung gantung adalah suatu mitos yang dipercayai di beberapa wilayah di Gunung Kidul yang berkaitan dengan kejadian bunuh diri. Bahwa bunuh diri itu disebabkan oleh suatu “benda ghoib” yang pulung atau jatuh di suatu rumah yang akhirnya ada salah satu anggota dari rumah tersebut yang meninggal bunuh diri dengan cara menggantung. Lalu kemana arah si korban gantung diri itu menghadap maka kampung yang berada di arah tersebut akan ada pula yang melakukan gantung diri.

Fenomena bunuh diri yang terjadi di Gunung Kidul memang cukup tinggi, dari kajian yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa memasuki tahun 2018 disetiap bulannya terjadi 4 kasus bunuh diri. Dan dari sekian banyak kasus tersebut jumlah kasus bunuh diri yang terjadi pada laki laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Hal ini mematahkan anggapan bahwa bunuh diri banyak terjadi pada perempuan. Kenapa banyak laki laki yang melakukan bunuh diri? Dari berbagai kajian yang dilakukan hal ini mungkin terjadi karena adanya beberapa faktor yang dapat menjadi pemicu seorang laki laki melakukan bunuh diri. Laki laki yang hidup dan tinggal di wilayah yang menganut tradisi dan budaya timur selalu ditempatkan pada posisi sebagai kepala keluarga yang artinya dia memiliki tanggung jawab dan kewajiban untuk memimpin keluarganya, memenuhi kebutuhan keluarganya baik itu sandang pangan papan dan kebutuhan hidup lainnya. Seorang laki laki sebagai pemimpin tidak boleh mengeluh, tidak boleh menangis, harus kuat dan “sembodo” jadi laki laki. Budaya tersebut mendarah daging dan mengakar kuat karena ditanamkan dari sejak kecil, bahwa laki laki harus kuat tidak boleh lemah, tidak boleh menangis dan harus mampu menyelesaikan semua permasalahannya. Ternyata hal ini dapat menimbulkan beban yang lebih pada seorang laki laki, dia harus sanggup memenuhi kebutuhan hidup baik secara fisik atau non fisik dari keluarganya baik istri atau anak anaknya. Akan tetapi saat dia dalam kondisi terpuruk tidak mampu memenuhi berbagai tanggung jawab dan kewajibannya dia cenderung tidak mau menyampaikan kesulitannya tersebut karena takut dianggap lemah, cengeng dan tidak sanggup menyelesaikan permasalahannya. Diam dengan masalah tidak menyelesaikan masalah. Diam dalam masalah ternyata dapat meningkatkan potensi seseorang mengalami depresi. Depresi yang panjang, merasa tidak ada orang yang peduli dan merasa tidak ada jalan keluar menyebabkan putus asa. Keputusasaan yang sudah memuncak menggiring seseorang melakukan bunuh diri.

Bagi perempuan menceritakan permasalahan yang sedang dihadapi kepada orang lain adalah hal yang mudah dan biasa dilakukan. Saat perempuan bermasalah maka perempuan biasanya akan menangis dan saat orang lain melihat seorang perempuan menangis dianggap sebagai  suatu hal yang biasa. Berbeda halnya jika laki laki yang mengeluh dan bercerita pada temannya, bahkan sampai menangis karena masalah yang dihadapinya maka akan jatuhlah harga dirinya sebagai seorang laki laki yang dipandang harus kuat dan tidak boleh lemah. Laki laki di budaya kita memanglah sosok yang harus penuh dengan kekuatan yang dapat menjaga melindungi dan mencukupi kebutuhannya dan keluarganya, akan tetapi laki laki tetap juga manusia yang bisa saja mencapai batas limit dalam menghadapi suatu permasalahan, Pada saat seperti itu seorang laki laki membutuhkan orang lain untuk bisa diajak berdiskusi dan mencari jalan keluar terbaik untuk menyelesaikan permasalahannya. Jika demikian maka tidak ada lagi diam dalam masalah yang akhirnya memicu keinginan untuk bunuh diri. Laki laki dan perempuan adalah patner yang saling menguatkan satu sama lain. Saling menopang untuk melengkapi kekurangan masing masing.

(sebuah hasil penelitian dan analisis tim PSW UAD) written by : YS

Categories:

Tags:

Comments are closed